DAD Kayan Hilir Juara Lomba Menumbuk Padi dan Menampik di Pekan Gawai Dayak XII Sintang - Pilar Kalbar

Breaking

Jumat, 18 Juli 2025

DAD Kayan Hilir Juara Lomba Menumbuk Padi dan Menampik di Pekan Gawai Dayak XII Sintang


Sintang - Lomba menumbuk padi dan menampik menjadi salah satu sorotan utama dalam rangkaian Pekan Gawai Dayak ke-XII Kabupaten Sintang Tahun 2025. Kegiatan budaya ini dilaksanakan sebagai bentuk pelestarian tradisi leluhur serta wujud syukur atas hasil panen yang telah diperoleh masyarakat Dayak.

Dalam lomba yang diikuti oleh delapan kontingen Dewan Adat Dayak (DAD) kecamatan, DAD Kayan Hilir berhasil keluar sebagai juara pertama. Disusul oleh DAD Kelam Permai di posisi kedua dan DAD Tempunak di posisi ketiga. Penilaian lomba dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari Magdalena Ukis, Apolonia, dan Genopepa Sedia.

Wakil Ketua Panitia Bidang Seksi Lomba dan Display Budaya, Fransiska Leni Marlina, menjelaskan bahwa perlombaan ini mengandung makna mendalam dalam budaya masyarakat Dayak.

"Kalau kita mau memaknai Gawai Dayak secara utuh, maka puncaknya ada pada menumbuk padi. Karena itu merupakan aktivitas utama leluhur kita setelah panen. Dahulu menumbuk padi dilakukan di belakang rumah, bawah kolong rumah, atau di ladang," ucapnya, Jum'at 18 Juli 2025.

Fransiska menambahkan bahwa dalam tradisi Dayak, menumbuk padi bukan sekadar kegiatan fisik, tetapi juga bagian dari ritual syukur atas hasil panen. 

"Setelah panen, kita menumbuk padi dan menampik, lalu mengadakan pesta sebagai bentuk ucapan syukur," katanya.

Setiap kontingen terdiri dari empat orang ibu-ibu yang menumbuk padi menggunakan perlengkapan tradisional seperti alu dan lesung yang telah disiapkan panitia. 

Para peserta diberi waktu 15 menit untuk menumbuk padi seberat 2 kilogram, dengan target hasil akhir minimal 1 kilogram beras bersih.

Adapun kriteria penilaian meliputi kekompakan, kebersihan, teknik menumbuk dan menampik, ketepatan waktu, pakaian yang dikenakan, serta ketukan alu yang menunjukkan irama dan keselarasan. 

Ia menjelaskan, masih banyak peserta yang belum memahami teknik tradisional, seperti posisi kaki yang benar dan arah menampik yang mengikuti arah angin.

“Masih ada peserta yang menumbuk pakai sepatu atau sandal. Padahal leluhur kita dulu melakukannya tanpa alas kaki. Bahkan suara ketukan alu pun punya nilai seni tersendiri jika dilakukan dengan benar oleh empat orang yang kompak,” ungkapnya.

Fransiska berharap selain lomba menumbuk padi dan menampik, kedepannya panitia bisa menyelenggarakan lomba membuat alu beranak, yakni alat menumbuk tradisional yang terbuat dari kayu ulin dan memiliki ciri khas suara saat digunakan.

"Lomba menumbuk padi dan menampik dalam Pekan Gawai Dayak ke-XII ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana edukasi budaya bagi generasi muda agar tidak melupakan akar tradisi Dayak di tengah arus modernisasi," pungkasnya.(***) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar