Mengukur Kelayakan Wartawan Abad 21: Antara Sertifikasi dan Etika - Pilar Kalbar

Breaking

Selasa, 05 Agustus 2025

Mengukur Kelayakan Wartawan Abad 21: Antara Sertifikasi dan Etika




 _*Catatan Awal Pekan*_
Oleh: Mahmud Marhaba (Ketua Umum DPP PJS)


Era digital telah membuka peluang luar biasa bagi siapa pun untuk menjadi bagian dari arus informasi. Sayangnya, kemudahan ini juga melahirkan tantangan serius dalam dunia jurnalistik: 

*munculnya wartawan-wartawan instan yang lahir tanpa fondasi keilmuan dan etika yang memadai*. Cukup dengan membuat website dan mencetak kartu pers, seseorang bisa menyebut dirinya sebagai wartawan. Ini adalah realitas yang tidak dapat dihindari, namun tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Sebagai Ketua Umum DPP Pro Jurnalismedia Siber (PJS), yang juga sebagai penguji UKW, saya menyaksikan langsung fenomena ini di lapangan. Banyak wartawan muda yang sebenarnya *punya semangat tinggi, tetapi tidak dibekali pemahaman tentang sejarah jurnalistik, kode etik profesi, serta tahapan kerja jurnalistik yang benar*. Akibatnya, mereka kerap *gagal dalam Uji Kompetensi Wartawan* (UKW), bahkan di jenjang paling dasar. Kegagalan ini bukan soal kemampuan menulis semata, tapi soal miskinnya pemahaman terhadap filosofi dan tanggung jawab profesi.

Kondisi ini menjadi beban moral sekaligus panggilan tanggung jawab bagi kami di PJS. *Ini tugas pengurus PJS di semua tingkatan*. Kami memegang visi besar: _*menjadikan wartawan Indonesia berintegritas, kompeten, dan profesional*_. Oleh karena itu, PJS secara konsisten mendorong pelaksanaan pelatihan jurnalistik yang mendalam dan sistematis—khususnya bagi para wartawan muda. *Pelatihan ini tidak hanya menyiapkan peserta untuk menjawab soal UKW, tetapi juga membentuk karakter dan integritas wartawan sejati yang mampu menjaga marwah profesi di tengah derasnya arus digitalisasi*.

Pelatihan yang kami gagas mencakup berbagai aspek penting: *pemahaman sejarah pers, penguasaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), keterampilan membuat rencana liputan, teknik wawancara, serta penulisan berita yang memenuhi unsur 5W+1H*. Di sisi lain, pelatihan juga dirancang untuk *membangun kesiapan mental peserta menghadapi UKW*—karena keberhasilan dalam uji kompetensi *bukan hanya soal teknik, tapi juga psikologi dan etos kerja*.

UKW sendiri bukan inisiatif sembarangan. Ia memiliki landasan hukum yang kokoh:
* Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 15 Ayat (2) huruf f menyatakan bahwa Dewan Pers menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, termasuk menetapkan standar kompetensi wartawan.
* Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010, menetapkan tiga jenjang UKW: Muda, Madya, dan Utama, lengkap dengan sistematika materi uji dan kualifikasi penguji.
* Piagam Palembang 2010, disepakati oleh berbagai organisasi pers, menjadi tonggak sejarah penting lahirnya Standar Kompetensi Wartawan yang kita gunakan hari ini.

Saya mengajak seluruh wartawan Indonesia, terutama *para pengurus dan anggota PJS di semua tingkatan untuk tidak berhenti belajar*. _*Sertifikasi bukanlah tujuan akhir, melainkan gerbang menuju profesionalisme sejati*_. Etika adalah kompas yang akan menuntun kita agar tidak kehilangan arah di tengah kepentingan dan tekanan zaman.

Mari bersama kita jaga martabat profesi ini. *PJS akan terus menjadi mitra dalam mencetak wartawan yang kompeten dan berdaya saing tinggi*.##

Tidak ada komentar:

Posting Komentar